My Take on Consumerism These Days

Sosial media yang paling sering aku gunakan adalah Instagram, X dan Youtube. Kalau dulu, X isinya cuma orang-orang yang kayak nulis diary versi mini, atau bisa disebut dengan micro-blog. Instagram.., banyak orang pamer hasil jepretan kamera mereka atau video parodi. Namun sekarang banyak bermunculan influencer di Instagram, entah mereka dengan niche beauty, otomotif, food, travel, life style, dkk.

Beberapa bulan belakangan aku baru mulai sadar kalau ada influencer (aku gak bilang semua karena aku nggak memantau pergerakan mereka secara detail) yang migrasi ke X (then: Twitter). Mereka sadar kalau sekitar beberapa tahun belakangan X pamornya mulai naik lagi di Indonesia, they see a bigger market there, Per Juli 2023, pengguna X di Indonesia mencapai 25,25 juta user.

Konten yang muncul di berandaku nggak jauh-jauh dari beauty dan fashion items. Skema yang biasa digunakan adalah, mereka akan membuat thread tentang barang yang mereka temukan di e-commerce (atau dari partnership) lalu share ke audience gimana tanggapan mereka tentang barang tersebut dan mereka akan menambahkan kata-kata ajaib semacam: "guys!! aku nemu barang yang game changer.., kalian harus tau!!".

Gratis Wanita Dengan Jaket Kulit Hitam Memegang Kotak Merah Putih Foto Stok sources

Awalnya aku cuma menganggap bahwa mungkin para konten kreator tersebut sedang ingin membuka peluang market baru di X. Namun lama-kelamaan aku merasa konten yang ditawarkan semakin jauh dengan nilai yang aku anut. You know, perasaan kalau kalian sedang jenuh akan suatu konten karena..., i don't know.., it feels like too much for me

Pernah suatu hari, aku menemukan thread yang bagus dan ofc, isi reply nya adalah orang-orang yang put their affiliate links on the thread. I know mereka juga sedang cari peluang, tapi menurutku ini sangat mengganggu. Lagi, pernah suatu hari aku menemukan akun di X yang review baju, design nya oke dan aku suka, cuman setelah aku cek baju tersebut bahannya polyester..., not to mention polyester itu jelek yah. Cuman iklim di Indonesia sangat tidak mendukung untuk pakai bahan polyester 😀.

Seingatku baju yang sempat aku lihat harganya juga tidak terlalu mahal, imagine ada banyak orang yang tergiur dengan fashion item tersebut hanya karena lucu dan harganya tidak terlalu mahal and in the end of the day mereka ngeluh kalau pakaian yang mereka pakai itu sangat tidak nyaman saat dipakai dalam kondisi cuaca yang panas dan lembab 😀.

Ditambah, jaman sekarang konsumen sudah sangat dimudahkan dalam berbelanja. Kita sekarang bisa belanja via online dan seluruh e-commerce membuat sistem payment menjadi semakin seamless, promo yang datang silih berganti, kemudahan mencari produk substitusi, dll. Dengan lekatnya media online disekitar kita, kita semakin sering terpapar dengan tren-tren yang muncul silih berganti. Kita tidak hanya mengetahui tren tersebut, tapi kita INGIN masuk dalam bagian tren tersebut, akibatnya barang-barang yang kita konsumsi kemungkinan hanyalah sekedar keinginan individu yang kedalam dunia konsumtif yang diciptakan oleh media (Octavina, R. 2020).

KAUM MENDANG-MENDING

Secara kasar, orang akan menganggap bahwa ini adalah kegiatan mendang-mending.Tapi, karena aku peduli dengan apa yang akan aku beli dan apa yang akan aku pakai, aku akan selalu riset produk tersebut sebelum memutuskan untuk membelinya. Fenomena mendang-mending ini memang nggak bisa sih langsung disama-ratakan sebagai tindakan yang berkonotasi negatif.

Misal, aku mau beli baju. Aku akan riset apa bahan dasar pembuatnya, kalau mostly didominasi oleh polyester, crepe, dkk aku akan skip and I will never look at it again. Kalau linen dan atau katun, akan aku jadikan pilihan utama. Lalu, apakah baju ini hanya akan jadi one-time-use dan kemudian berakhir di lemari atau baju ini bisa dipakai berulang.

See? Mendang-mending nggak selalu berkonotasi negatif.

Dan yang memuakkan dari tren ini adalah, para influencer tersebut melabeli suatu barang sebagai "worth to buy" (no matter the quality it self wkwk), which part is worth to buy if they only sell shit things?

TREND YANG SELALU BERGANTI

Perubahan tren dari tahun ke tahun selalu berganti, penyebabnya antara lain sikap konsumen terhadap produk, budaya, lingkungan dan kondisi finansial. Sebagai contoh--sepanjang ingatanku--tahun 2021~2022 sedang nge-trend cushion, dan semua brand berlomba-lomba mengeluarkan cushion dengan berbagai macam variasi: yang ada SPF nya lah, cushion dengan dewy-finish lah, yadda-yadda. Di 2023? Tren nya geser, meskipun cushion tetap jadi primadona, tapi 2023 adalah masa jaya nya skin tint. Ada 2 brand besar yang mengeluarkan skin tint (Rose All Day & Maybelline), lalu di sekitar akhir Q4 ada produk terbaru dari Somethinc, yaitu Copy Paste Tinted Sunscreen.

Bisa dilihat kalau kita selalu mengikuti tren, itu nggak akan ada habisnya. Manusia itu tempatnya nggak pernah puas.

INFLUENCER CULTURE AND WHAT IS THAT

It’s refer to seseorang yg mendapatkan popularitas dari sosial media. Mereka biasanya membuat konten yang sesuai dengan audience mereka. Dari kegiatan tersebut, banyak dari mereka yang menjadi terkenal dan akibatnya adalah, mereka tend to play a vital role dalam pembentukan norma sosial.

Ada beberapa jenis influencer, ada yg sharing educational content, beauty, food, travel, etc. Banyak orang yang juga follow adult-influencer, karena mereka bisa dijadikan mentor which can provide inspiration and advice mulai dari relationship, lifestyle, dkk.

Oke, lalu apa hubungannya dengan konsumerisme? Platform yg dipakai oleh influencer gives ability to profit from promoting trends, in turn leading their following to buy whatever it is. Influencer comes with so many niche and their personal identity yang tentu saja punya kesamaan dengan audience mereka. They served dark academia persona, gym-guy persona, minimalism persona, etc. Tak jarang mereka juga mempublikasikan konten dengan konteks dream-life based on their persona. Audience yang memiliki attachment terhadap influencer juga (kemungkinan) akan terdorong untuk ingin memiliki so-called-dream-life yang sama dengan influencer mereka.

Contoh, ada seorang gym-guy yang sharing tentang outfit untuk olahraga atau review tempat gym dan kita sebagai audience yang ingin memiliki so-called-dream-life yang sama dengan influencer tersebut juga akan kepo dengan hal tersebut. Call to action yang paling standar adalah, "kak bagi link sport bra nya dong", "kak bagi link sepatu larinya dong", dll. Either they buy it immediately or later, this activity can leads to konsumerisme hanya karena seseorang menggunakannya, me-review nya atau hanya sekedar memegangnya.

MY TAKE ON THIS MATTER

Aku cuma nggak paham aja sama konsep harus beli semua yg kamu lihat dan kamu ingin….? Aku harap kita semua memiliki kemampuan untuk introspeksi diri terkait hal-hal yang kita konsumsi di internet. Tidak semua yang disajikan disana itu benar and some of it are ridiculous.

Aku tau itu adalah salah satu cara mereka untuk generate income to their household, mereka menjadikan create content sebagai pekerjaan utama mereka, dll. Tapi hal yang perlu digarisbawahi adalah kita nggak WAJIB untuk mengikuti suatu estetika tren yang berujung kepada konsumerisme. Yes we can enjoy it, we can follow it--I do follow some of them, karena apa yang mereka sajikan cocok dengan value aku, cuman I just take it with a huge grain of salt aja.

Aku pernah lihat suatu video tentang konsumerisme di Youtube, cuman aku agak lupa yang mana. Dan ketika aku baca kolom komentar, aku menemukan sesuatu yang bagus:

I buy because I use it and if I don’t buy it, I don’t need it.



Referensi:

Octavina, R. (2020). Konsumerisme Masyarakat Modern dalam Kajian Herbert Marcuse. Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam. 5 (1), 121-133.

Link 1

Link 2

Komentar

  1. Hey... totally agree!! Relate banget. Dulu gue impulse buying banget dan ga sadar tentang hal itu. Sekarang belajar untuk lebih mindful dan jadi conscious buyer.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi, salam kenal. Iyaa sampe sekarang aku juga masih belajar utk mindful saat belanja, agak syulit untuk tidak check out barang-barang lucu sebenarnya WWKWK

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer