Review : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Eka Kurniawan)

Sebenarnya aku sudah lama ingin baca buku ini, cuman kelupaan dan malah kepincut sama Cantik itu Luka, tapi waktu kemarin aku cari di perpustakaan di kotaku, nggak ketemu :( nggak tau deh kemana dia. Karena aku juga belum pernah baca karya Eka Kurniawan, aku memutuskan untuk membaca buku ini karena sudah tertarik sejak membaca kalimat pertama! πŸ˜†

Dipuncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Ditengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya. 
Sounds tempting, right?

***



Judul            : Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis         : Eka Kurniawan
Penerbit       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit  : 2014
ISBN           : 9786020303932

Sesuai sinopsis, cerita ini bermula ketika Ajo Kawir dan sahabatnya, Tokek mengintip perempuan gila yang diperkosa oleh dua orang polisi. Kejadian ini memicu kemaluan Ajo Kawir tidak mau berdiri, ngaceng, you name it. Segala cara sudah dilakukan dilakukan untuk membuat burung Ajo Kawir untuk bangun, namun tidak ada yang berhasil.

Ajo Kawir adalah pemuda yang doyan berkelahi, seolah-olah hidupnya hanya untuk berkelahi dan menjadi jagoan yang terkuat. Salah satu pemicu Ajo Kawir menjadi seberingas itu dikarenakan ia merasa tidak berguna, tidak pantas menjadi laki-laki karena kemaluannya tidak mau bangun. Lalu, kegemarannya untuk berkelahi semakin memuncak ketika Paman Gembul menawari uang yang sangat banyak kepada Ajo Kawir jika berhasil membunuh Si Macan. Sebenarnya, Ajo Kawir sudah diwanti-wanti untuk melupakan tawaran itu, namun ia berpikir sebaliknya dan menambahkan pemikiran "uang yang aku dapat dari Paman Gembul, akan aku gunakan untuk membahagiakan kekasihku (Iteung)". 

Singkat cerita, Ajo Kawir berhasil membunuh Si Macam & akhirnya menikah dengan Iteung namun kehidupan malah menjadi semakin rumit saat menyadari bahwa Iteung hamil, jelas sekali dong bukan karena Ajo Kawir, tapi dengan Budi Baik (teman Iteung, ini hanya dugaanku aja sih wkwk). Tak berapa lama, Ajo Kawir masuk penjara dan kemudian berprofesi sebagai sopir truk.

Dalam bagian ini, Ajo Kawir seolah-olah hijrah--dia seperti berdamai dengan kondisi burungnya yang tidak bisa bangun, menggelikannya adalah ia bercakap-cakap dengan burungnya mengenai kehidupan dan ia menganggap burungnya sendiri mengajarkan hidup dalam ketenangan dan menjauhi kekerasan. Dan sebab itu ia bertekad untuk tidak berkelahi lagi, sampai kapan pun.

Sampai suatu saat, Ajo Kawir memutuskan pulang dihari Iteung dibebaskan dari penjara dan Ajo Kawir akhirnya bisa berkumpul bersama keluarganya, Ajo Kawir-Iteung-dan anaknya. Namun naas, Iteung kembali masuk penjara lagi karena--demi cintanya kepada Ajo Kawir--ia membunuh dua orang polisi yang membuat Ajo Kawir trauma.

***

It IS interesting sejak kalimat pertama! Aku tidak menyangka bahwa burung yang dimaksud dalam sinopsis itu kemaluan WKWKWKWKπŸ˜‚. Dalam novel ini, aku seperti mendapatkan gambaran kehidupan sosial dari kalangan masyarakat yang kurang mampu, kehidupan yang amoral dan sak karep e dewe (semaunya sendiri). Terlihat dari kegemaran Ajo Kawir yang suka berkelahi, 'hobi' Tokek dan Ajo Kawir yang melihat adegan tidak senonoh, mempunyai kenginan untuk membunuh orang lain yang tidak peduli dengan akibatnya.

Dalam novel ini juga menggambarkan bagaimana orang yang berduit bisa mendapatkan apa pun yang ia inginkan (seperti Paman Gembul), institusi penegak keadilan yang ternyata melakukan tindak asusila, orang-orang tidak mampu yang tidak bisa mendapatkan hak-hak nya, tindakan amoral dimana-mana, dll. Hal-hal tersebut sangat sering terjadi namun masih tabu untuk dibahas dalam kondisi masyarakat sekarang I woul say.

Saat Ajo Kawir mengakui bahwa ia merasa bahwa kemaluannya telah mengajarkan suatu hal yang positif, itu menurutku adalah hal yang menarik dan tidak terduga πŸ˜‚. Aku suka cara Ajo Kawir menunjukkan persona dia kepada dunia dengan cara yang berbeda dari orang lain, he doesn't even care what people say. Seperti saat ia berkata, "burungku telah mengajarkankanku.................", atau "dari hasil percakapanku dengan burungku..........", dll. Mana ada orang di dunia ini yang kayak dia?!?!?!?????? πŸ˜‚. Tapi, setiap apa yang ia katakan memang nyata adanya, ia tidak sedang membual.

Lalu, suatu hari aku tiba-tiba aku kepikiran tentang judul buku ini. Mungkin 'dendam' yang dimaksud adalah dendam-dendam kemarahan Ajo Kawir atas nasib yang menimpanya, dan untuk 'rindu' mungkin untuk peristiwa saat Ajo Kawir pulang ke kampung halamannya atau saat Iteung akhirnya dengan sukarela membunuh polisi yang sudah memerkosa seorang perempuan gila.

Anyway, buku ini memang frontal but I don't mind! Itu namanya seni, gaya menulis dan bagaimana penulis dalam menarasikan ceritanya agar pembaca bisa terhibur dan maknanya tersampaikan. Gaya bahasa yang digunakan Eka Kurniawan juga mudah dicerna dan cukup menghibur, aku bahkan bisa tertawa satir (?) karena adegan tragis. Pilihan kalimatnya juga cukup frontal, meskipun begitu, buku ini layak untuk dibaca. Worth it! πŸ’‹

Mungkin setelah ini aku bakal baca-baca lagi karya Eka Kurniawan πŸ˜†.


Komentar

  1. Buku ini udah masuk to-read list aku dari lama tapi belum kesampaian untuk baca karena ada aja buku lain yang mengalihkanku 🀣. Setelah baca ulasan dari Intan, kayaknya aku harus menyegerakan untuk membaca buku ini deh karena kelihatannya menarik 🀭. Thank you untuk ulasannya, Intan😁

    Anyway, Intan bisa coba baca Cantik Itu Luka di aplikasi iPusnas atau Gramedia Digital kalau nggak mau antri 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, sama2. Memang menarik sih, lucu kok wkwkw

      Okee, makasi sarannya 😁

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer